1 Mar 2009

arti dari sebuah keberanian

Di suatu weekend, saya dan teman-temanku pergi kesebuah kawasan rekreasi di Jakarta. Kami pergi berlima bersama-sama dengan niat yang satu yaitu melupakan semua masalah untuk hari itu saja. Memang kami mempunyai dunia yang berbeda-beda namun kami punya kesamaan yaitu mulai merasa jenuh dengan apa yang biasa kami lakuakan tapi kami tidak mau kejenuhan ini mempengaruhi apa yang seharusnya kami lakukan.

Saya pribadi sudah mulai merasa jenuh dengan keseharian saya, tidak biasanya saya merasa sejenuh ini beberapa tahun belakangan ini. Biasanya untuk mengatasi kejenuhan itu cukup dengan pergi menikmati liburan saja. Tapi liburan yang telah dilakukanpun tidak membantu, setiap kali liburan selalu saja ada pikiran menganggu seolah-olah ada saja yang tidak membiarkan aku larut dan menikmati liburan itu.

Setiap liburan-liburan itupun bukannya menyelesaikan satu masalah malah menimbulkan masalah yang baru saja. Masalah kejenuhanku saja belum teratasi tapi ada saja masalah yang lain. Masalah yang memang bukan tentang diriku tapi masalah orang lain yang harusku atasi karena memang itulah kehidupan lainku.

Liburan kali ini kami sepakat menikmatinya tanpa ada gangguan dari apapun dan siapapun, untuk itulah kami membuat suatu peraturan yang sederhana. Yang pertama segala alat komunikasi harus dikumpulkan di satu tas dan tidak boleh dilihat kecuali saat istirahat dan yang kedua adalah tiap orang tidak boleh membahas dan mengomentari apapun disana nantinya.

Peraturan pertama memang simpel dan mudah dilaksanakan tapi peraturan yang kedua menjadi suatu masalah lain. Ada temanku yang bernama Wisnu bertanya maksud peraturan yang kedua itu karena kurang begitu mengerti. Peraturan yang kedua memang cukup sulit tapi itu semua dibuat supaya kejadian seperti tahun lalu tidak terulang.

Kejadian dimana salah satu dari kami mencetuskan kalimat-kalimat yang mengundang perhatian kami berlima, memang hanya kalimat yang sederhana tapi maknanya sangat banyak lalu bukannya kami menikmati liburan itu malah membuat liburan itu menjadi acara debat bagi kami. Saya akui temanku itu tidak sengaja karena sudah kebiasaan kami mengomentari,mengkritik,dan mengucapkan kalimat jika saja kami merasa ada yang kami kagumi dan sesali

Kejadian yang tentunya membuat kacau acara liburan kami itu tidak ingin terulang kembali, jadi untuk itulah peraturan yang kedua dibuat. Dua peraturan yang sederhana tapi tetap saja berat untuk dilakukan. Dua peraturan yang jika dilanggar akan menghancurkan liburan kami.

Kami sepakat berangkat jam 07.30 karena memang takut terlambat. Diperjalanan kami masih asik dengan Hp kami masing-masing. Hal ini memang saya biarkan dahulu biarlah mereka menikmati kesibukannya.

Saat sudah mendekati tempat tujuan barulah kesepakatan pertama dilakukan yaitu mengumpulkan Hp-Hp kami disatu tas. Dan sebelum turun sekali lagi kemi mengucapkan peraturan yang kedua. Peraturan yang sebenarnya peraturan terpenting dalam liburan kali ini.

Setelah turun dan berjalan sejenak kami masuk dan menikmati wahana-wahana yang ada bersama-sama. Wahana demi wahana kami naiki dengan diiringi canda tawa. Hari itu seolah kami sudah melupakan bahwa nantinya di luar setelah selesai ini semua kami harus menghadapi dunia kami masing-masing dengan segala macam intrik dan masalahnya.

Liburan yang memang baruku rasakan setelah beberapa waktu tidakku rasakan lagi. Segala macam pikiran tentang tugas, target dan masalah lainnya hilang begitu saja. Untuk hari itu saya merasa seperti anak kecil yang hanya tau untuk bersenang-senang dan bermain.

Semuanya bagiku terasa lancar pada awalnya sampai pada saat kami memutuskan untuk menaiki sebuh wahana baru yang memang mengadu nyali kami. Kami sepakat untuk naik wahana itu untuk membuktikan keberaniaan diri kami masing-masing.

Benar-benar gila wahana ini dalam hatiku, bukan hanya menguji nyali yang naik saja tapi juga menguji nyali kami yang belum naik. Rasa was-was dan takut sejenak menyelimutiku tapi bagi orang yang tidak mempunyai rasa takut mungkin hal ini biasa.

Rasa takut dan was-was itu semakin menjadi ketika pikiranku itu mulai bergerak kebagian terlarang yaitu bagian dimana seharusnya aku memperhitungkan segala resiko terbesarnya. Awalnya bagian terlarang dalam pikiranku ini sengaja tidakku buka karena hanya menganggap ini hanya liburan biasa, namun tantangan untuk naik wahana yang cukup bahkan bisa dibilang sangat ekstrim ini membuatku terpaksa membuka bagian terlarang itu.

Sejenak memang ketakutan menyelimuti pikiranku dan sudah ada niat untuk mengundurkan diri dari tantangan temanku itu. Berbagai alasan sudah siap untuk perlawanan, namun setelah kututup kembali bagaian terlarang dari pikiranku itu barulah aku berani kembali.

Ternyata ketidakadaan rasa takut temanku yang lain hanya berlaku untuk tiga temanku yang lainnya saja dan tidak berlaku untuk Wisnu. Di wajahnya terpampang jelas ketakutan itu, tidak tega juga memaksa temanku itu untuk naik bersama namun naik atau tidaknya dia adalah keputusannya sendiri. Setelah beberapa saat Wisnu mengeluarkan keputusan yang agak membuat kami sedikit kecewa.

Keputusan untuk tidak naik wahana itu bersama kami padahal sebelum berangkat kami sudah berjanji untuk naik semua wahana bersama-sama. Hal ini memang membuat temanku yang lain kecewa. Kami lalu berusaha membujuknya tapi tetap saja Wisnu tidak mau naik wahana itu. Sampai-sampai ada temanku yang berkata “Payah pengecut banget kayak gw dong berani” memang keyataannya orang ini mempunyai sikap berani yang tinggi atau lebih tepatnya tidak takut apapun.

Akhirnya setelah lama dibujuk dan didesak barulah Wisnu mau naik. Bisa dibilang untuk kali itu saya takjub pada Wisnu yang bisa melawan rasa takutnya. Melawan rasa takut bukanlah hal yang mudah untuk dilkukan tapi hal itu sudah ditunjukkan oleh Wisnu. Walaupun begitu dalam pikiranku masih tersimpan tanda Tanya apakah sebenarnya arti dari keberanian itu sebenarnya? Jawabannya ada di kata-kata yang berwarna merah.

0 komentar:

Posting Komentar